Seberapa Siapkah Kita Dengan Cara Kerja Sesuai Tantangan Zaman?

RA Fauzan
4 min readMay 5, 2020

Pandemi virus COVID-19 telah berhasil memaksa sebagian besar pekerja untuk mengerjakan pekerjaan di rumah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko tertularnya penyakit pernapasan yang diakibatkan oleh COVID-19. Banyak orang yang berhasil sembuh dari penyakit ini, namun tidak sedikit juga orang yang menjadi inang dari virus ini tidak mampu memenangkan perangnya dengan virus tersebut.

Ilustrasi Bekerja di Rumah. (Sumber: mommiesdaily.com)

Sebenarnya yang mendorong rasa penasaranku adalah keberhasilan dari pengerjaan pekerjaan dari rumah atau work from home. Apakah orang-orang di Indonesia sudah bisa melakukannya secara optimal ataukah hanya istilah lain dari liburan? Beberapa hari yang lalu saat mendengarkan radio ketika dalam perjalanan menuju kantor, aku mendengarkan beberapa keluh kesah terkait bekerja dari rumah berupa:

1. Koneksi internet di rumah dan di kantor berbeda.

Wajar bila kecepatan internet di kantor harus cepat dan merata untuk karyawannya karena urusan di kantor harus terselesaikan secara cepat. Mereka juga tidak main-main dalam menggunakan uang perusahaan untuk berlangganan internet. Berbeda dengan penggunaan rumah, biasanya penggunaan internet di rumah hanya untuk penggunaan yang ringan dan santai, sehingga empunya rumah lebih senang berlangganan internet dengan kecepatan rendah dan tentunya mencari yang lebih murah juga. Di sisi lain, ada juga pelanggan internet yang memang membutuhkan internet yang cepat bahkan untuk di rumahnya sendiri sehingga mereka menyetujui untuk menggunakan internet dengan kecepatan yang cukup tinggi. Ya semua tergantung kebutuhan dan hal inilah yang membuat rapat di dunia maya kurang efisien dan efektif.

2. Susahnya koordinasi antar pekerja terkait suatu pekerjaan.

Ini adalah salah satu kebiasaan yang kurang responsif yang dimiliki masyarakat Indonesia. Telepon genggam biasanya diletakkan agak berjauhan dengan si pemiliknya atau orang tersebut lupa untuk membesarkan volume suara telepon genggamnya sehingga panggilan maupun pesan yang dikirimkan tidak terdengar sehingga responnya yang diberikan pun lambat. Akibatnya, pekerjaan yang seharusnya bisa cepat selesai hanya dengan koordinasi di kantor menjadi sangat lambat untuk dituntaskan.

3. Pengeluaran harian mereka jadi lebih besar.

Biasanya kantor menyediakan makanan ringan untuk para pegawainya demi mengganjal rasa lapar mereka. Selain itu, biasanya para karyawan-karyawan kantor juga memesan makanan secara berbarengan makanan mereka agar mendapatkan promo dan ongkos kirim yang lebih murah. Hal ini berbanding terbalik ketika mereka di rumah, ongkos kirim makanan menjadi lebih mahal, mereka membeli makanan ringan dengan uang mereka sendiri, dan tak jarang mereka tidak mendapatkan promo karena belum mencapainya batas bawah dari promo yang diberikan oleh provider jasa antar makanan tersebut. Oleh karena itu pengeluaran mereka per bulan semasa work from home menjadi lebih besar dibandingkan ketika mereka bekerja di kantor.

4. Kurang efektifnya kerja dalam tim.

Kesulitan komunikasi dan kemungkinan jeleknya penyampaian tugas oleh koordinator dalam tim membuat bekerja di rumah menjadi suatu permasalahan. Memang sebagian besar orang masih merasa dengan tatap muka antar satu sama lainnya membuat tersampaikannya maksud yang diinginkan secara lebih jelas.

5. Masih belum meratanya pengetahuan terkait aplikasi tatap muka maya.

Hal ini pada dasarnya dialami di kehidupanku. Si bos sendiri terlihat memang tidak ingin belajar cara menggunakan aplikasi rapat secara online dan lebih menyuruh stafnya untuk membantunya.

Di sisi lain, menurutku ada banyak efek positif dari diterapkannya kebijakan bekerja dari rumah seperti:

1. Waktu kerja cukup fleksibel

Tidak seperti di kantor yang hanya fokus pada pekerjaan di kantor, saat di rumah, pekerja juga bisa melakukan pekerjaan rumah tangga sambil menunggu datangnya kerjaan. Seperti memasak, mengurus anggota keluarga, menyapu, hingga menyambi pekerjaan sampingan. Hal ini membuat waktu senggang yang ada di kantor yang tadinya tidak bisa dimanfaatkan, bisa dimanfaatkan dengan baik di rumah.

2. Berkurangnya tekanan dalam pekerjaan

Tidak adanya tekanan yang diberikan langsung dari atasan mungkin bisa mengurangi deg-degannya pekerja dalam mengerjakan pekerjaannya. Selain itu, adanya anggota keluarga yang berada di sekitar kita mungkin membuat tekanan yang dialami berkurang.

3. Terciptanya lingkungan kerja yang lebih sehat

Ruangan kantor bukan ruangan pribadi, sehingga bisa saja ada karyawan yang sembarangan merokok di ruangan tersebut. Hal ini bisa saja mengganggu bagi karyawan lain. Selain itu, mungkin juga polusi suara yang ditimbulkan oleh karyawan-karyawan yang kerap berbicara bisa mengganggu konsentrasi dalam bekerja. Hal-hal ini tidak akan dialami ketika berada di rumah, sehingga konsentrasi kerja tetap terjaga dan udara juga bisa bersih dari asap rokok.

4. Berkurangnya pengeluaran akibat transportasi

Untuk mencapai kantor, biasanya kita harus menggunakan transportasi. Transportasi ini bisa menguras gaji. Namun semenjak pekerjaan bisa dikerjakan di rumah, ongkos transportasi pun menjadi berkurang, sehingga anggaran untuk transportasi bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan bahkan keinginan yang lainnnya.

Sebenarnya, selain bekerja dari rumah, ada juga tipe bekerja yang tidak konvensional berupa bekerja sambil liburan. Metode kerja jenis ini mulai dilirik oleh perusahaan-perusahaan di negara Paman Sam. Biasanya para pekerja mengunjungi pantai atau tempat atraksi lainnya pada waktu tertentu, tetapi pada waktu kerja, mereka harus mengerjakan pekerjaan mereka. Terdengar menarik? Iya tentu saja, tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya:

1. Luaran yang diharapkan perusahaan tercapai.

2. Komunikasi tetap terjalin.

Ilustrasi Workation. Sumber: timetastic.co.uk

Jadi apakah Indonesia sudah bisa melakukan metode kerja yang telah kusebutkan? Menurutku Indonesia belum siap karena banyak dari instansi maupun perusahaan masih mementingkan kehadiran fisik dibanding tercapainya luaran. Hal ini ternyata juga tidak hanya terjadi di Indonesia. Berdasarkan dari surat kabar Tempo, Jepang pun masih menganggap bahwa kehadiran seorang pegawai di kantor paling penting walaupun kemungkinan besar mereka tidak melakukan pekerjaan apa-apa di kantor. Hal inilah yang menyebabkan penanganan virus korona di Jepang kurang efektif. Mungkin kehadiran yang diwariskan oleh Jepang ke Indonesia sehingga para atasan di Indonesia masih menomorsatukan kehadiran perorangan di ruang kerja mereka, sehingga metode-metode kerja yang telah kusebutkan tadi kurang bisa diterapkan di Indonesia. Tapi bekerja dari rumah atau bekerja sambil liburan bisa menjadi jawaban bagi perusahaan yang berpikiran bahwa selama karyawan bisa mencapai target yang ditetapkan oleh perusahaan, tidak masalah dia harus hadir ke kantor.

--

--

RA Fauzan

Proud to be Javanese! Full time economist and part time geologist.